Kamis, 16 September 2010

Bersama kamu, bagaikan berharap MEMELUK BULAN




“Mas, hot chocolatenya satu ya..” pesan lelaki yang baru saja melangkahkan kakinya memasuki café ini pada seorang pramusaji. Kemudian ia melangkah kembali menuju meja yang biasa ia tempati.

Sembari menunggu pesanannya datang, Raditya Adiwilaga, begitulah nama lengkapnya, mengotak-atik ponselnya. Setelah beberapa menit menunggu, pelayan wanitapun terlihat datang membawa secangkir pesanannya. Iapun menghentikan segala kegiatannya untuk bersiap-siap menikmati hot chocolatenya.

“Loh loh, kok ke meja sebelah sana sih?” ujarnya dalam hati, sedikit berdecak kesal, kemudian melanjutkan mengoprek ponselnya.
“Makasih ya, Mbak..” ucap seorang wanita di meja seberang yang baru saja menerima secangkir pesanannya.

Lelaki ini berdiri dari kursinya setelah mendengar suara itu. “Suara itu…” ucapnya dalam hati. “Gue ngga asing dengan suara itu!” lanjutnya yakin. “Apa mungkin??” sambungnya masih penasaran. Kemudian untuk menjawab rasa penasarannya itu, ia lalu berjalan menuju toilet. Ia pikir, mungkin dari arah sana bisa terlihat wajah wanita itu.

Dari kejauhan, ia memperhatikan wanita yang sedang menikmati minuman pesanannya seraya mengotak-atik laptop di atas mejanya itu. “Serius banget nih cewek, lagi ngetik apaan sih jam istirahat kayak gini?” tanyanya dalam hati sembari terus memperhatikan gerak gerik wanita ini. “Tapi siapa dia, kok gue ngga asing sama suaranya yaa?” lanjutnya sedikit kesal karena kesulitan untuk melihat dengan jelas wajah wanita yang berada di balik layar komputer genggamnya itu.

Setelah lama menunggu, akhirnya rasa penasarannya terjawab sudah. Ia puas ketika wanita itu menutup laptopnya, beranjak dari tempat duduknya, dan meninggalkan café ini. Ia terkejut, “Dia bener-bener putri gue!!!” ucapnya sembari terus menatap wanita yang semakin menjauh dari penglihatannya. Namun sesaat ia lalu tersadar, “Kenapa ngga gue kejar ya? Bodoh banget sih gue!!!” ucapnya yang kemudian sedikit berlari ke luar café.  Namun nihil, wanita itu sudah tidak terlihat lagi. “Huhh ilang lagi deh kesempatan gue, dasar Radit bego!!!” keluhnya lagi. Lalu ia menghampiri petugas kasir untuk sedikit mencari informasi.

“Mbak, cewek yang baru keluar tadi, apa sering mampir kesini?” tanyanya dengan nada tergesa-gesa.
“Yang barusan, Mas?” jawab petugas kasir.
“Iya bener, yang barusan banget itu…” jawabnya yakin.
“Setahu saya sering banget, Mas. Bahkan hampir setiap hari mbak yang tadi itu makan siang disini, atau sekedar ngopi disini…” lanjut petugas kasir.

Ia lalu tersenyum, “Oke, kalo gitu gue masih punya kesempatan untuk ketemu dia lagi..” ucapnya dalam hati. “Thank you ya, Mbak. Oia, Hot chocolate yang saya pesen tadi belum sempet diminum, tapi saya bayar kok..” ucapnya sambil menyodorkan uang lima puluh ribuan. “Kembaliannya ambil aja..” lanjutnya yang kemudian segera meninggalkan café itu untuk segera kembali ke kantor.

Ketika sampai di ruangan kerjanya, Nita, kekasihnya sudah standbye menunggu. “Kamu kok disini, bikin kaget aku aja tau ngga!!” ucapnya sedikit sinis sembari terus berjalan ke arah meja kerjanya.

“Loh, sayang, aku kan udah sms kamu sebelumnya. Aku bilang ,aku mau mampir ke kantor kamu. Tapi kamu
ngga jawab sms aku..” jelas Nita perlahan lahan.
“Terus kenapa ngga telfon?” tanyanya singkat sembari membuka laptop di meja kerjanya. “Pulang kuliah tuh langsung pulang ke rumah. Ngapain juga kesini, kamu kan tau aku tuh kerja. Kalo ada kamu disini, aku bisa keganggu..”  lanjutnya sembari menandatangani beberapa berkas.
“Ya udah, maafin aku ya sayang. Aku ngga maksud untuk ganggu kamu kok..” ucap wanita berkerudung ini sembari mengambil tas tangannya yang ia letakkan di sofa. “Aku pulang ya, kamu hati-hati beib..” lanjutnya sembari memberikan kecupan di kening pria yang sudah dua tahun ini bersamanya.

Beberapa saat setelah Nita pergi dari ruangannya, ia kemudian mengingat kembali kejadian di café yang baru saja ia alami. “Besok, gue harus ke tempat itu lagi..” ucapnya sembari menyandarkan badannya pada kursi di balik meja kerjanya kemudian menarik nafas panjang.
***

Keesokan harinya, ia sudah standbye di café dari jam sepuluh pagi, tepat dengan dibukanya café ini. Tetapi nihil, sama sekali tidak terlihat sosok wanita yang ia tunggu itu. Begitu juga dengan hari-hari selanjutnya, dan harapannya hampir putus.  Urusan kantor di nomor duakan, meeting selalu di tunda, apalagi Nita hampir tidak ia pikirkan.

Minggu selanjutnya, Nita meminta Radit menjemputnya di kampus, karena sudah cukup lama ia tidak merasakan sosok Radit yang dulu. “Ngga bisa, Ta. Aku ada meeting abis jam istirahat ini. Kamu ngerti kan?” itulah jawaban dari Radit. Nita, sosok wanita yang penyabar. Tak pernah ia menuntut suatu apapun dari lelakinya ini. Selama dua tahun ia mempelajari keseluruhan isi dari Radit, baru kali ini ia merasakan ada suatu hal yang begitu mengganggu hubungan mereka. Setelah cukup lama ia merenung di taman kampus, iapun melangkahkan kakinya untuk segera pulang ke rumahnya. “Hufft.. Ada apa ini?!” keluhnya sembari terus melangkahkan kakinya.
***

Di satu sisi, Radit ingat betul dan menyadari bahwa yang berada dibelakang kesuksesannya adalah Nita. Namun di lain sisi, Radit merasa harus menemukan Puterinya yang sempat hilang. “Maafin aku, Ta. Berulang kali aku bohongin kamu, tapi aku harus cari dia lagi..” ucapnya dalam hati. Radit segera keluar ruangannya, memberikan sedikit pesan pada sekretarisnya, dan kemudian bergegas melajukan mobilnya menuju tempat biasa.

Dua jam setengah ia menunggu. Karena waktu meeting sudah di depan mata, ia berniat meninggalkan tempat ini. Namun, ketika ia hendak melangkahkan kakinya menuju pintu keluar, muncul sosok wanita yang telah ditunggunya berminggu-minggu itu. Ia lalu kembali duduk dan menikmati keindahan sosok wajah wanita itu dari kejauhan sambil bersembunyi dibalik laptop yang ia bawa. Ia juga memanggil salah satu pelayan untuk memberikan sebuah hadiah kecil yang telah ia siapkan sejak jauh jauh hari untuk wanita impiannya itu. “Tolong ya, Mas, jangan sampai dia tahu darimana asal bingkisan ini..” pintanya pada pelayan itu sembari memberikan sedikit tip sebagai imbalannya.

Kemudian ia kembali memperhatikan wanita itu dari balik laptopnya. Setelah menerima bingkisannya, wanita itu memang terlihat bingung dan penasaran. Tetapi ia tidak lalu membukanya, ia melanjutkan pekerjaan di laptopnya sembari menikmati minuman pesanannya. Radit sedikit kecewa wanita itu tidak bereaksi sedikitpun.

Tidak lama kemudian, wanita itu terlihat akan meninggalkan café ini. Ia menutup laptopnya, memasukkan dalam tas laptopnya, dan segera menuju kasir. “Sialan, bingkisan gue ditinggal gitu aja!!” ucapnya sembari berjalan menuju meja yang ditempati wanita itu. Lalu saat ia menyentuh bingkisan tersebut, terdengar lagi suara itu. “Maaf Mas, itu punya saya..” ucapnya lembut. “Tadi saya duduk disini, barang saya itu ketinggalan..” lanjut wanita itu.

((Hari telah berganti, tak bisa kuhindari, tibalah saat ini bertemu dengannya. Jantungku berdegup cepat, kaki bergetar hebat. Akankah aku ulangi merusak harinya. Tuhan, untuk kali ini saja, beri aku kekuatan untuk menatap matanya. Mohon Tuhan, untuk kali ini saja, lancarkanlah hariku, hariku bersamanya. “Hari Bersamanya by Sheila On 7))

Radit hanya menikmati aroma parfum wanita itu, ia tidak memiliki keberanian untuk menunjukkan wajahnya dengan berbalik ke arah wanita itu. Dengan masih membalikkan badannya, Radit menyimpan lagi bingkisan tersebut di atas meja dan segera keluar untuk bersembunyi di dalam mobilnya. “Ya ampun, padahal itu kesempatan besar buat gue..” gerutunya kesal. “Kenapa gue malah ngga ada nyali sama sekali?” lanjutnya sembari menutup pintu mobilnya dengan tenaga yang tidak biasa.
***

“Ya Ta, tumben loe nelfon gue, ada apa?” jawab Kancil, sahabat Radit saat menjawab telepon dari kekasih sahabatnya ini.
“Ada yang mau gue tanyain sama loe..” singkatnya.
“Tanya apa? Radit lagi ngga bareng gue kok..” lanjut Kancil.
“Bukan itu, loe ada waktu ngga? Gue mau nanya banyak sama loe..” sambung Nita dengan nada bicara yang semakin melemah.
“Oke, gue lagi di kantor. Kalo loe dateng kesini gimana, Ta?!”
“Oke, sampe ketemu ya, thank you sebelumnya..” lanjutnya menutup perbincangan.

Pada jam yang ditentukan, Nitapun sampai di ruangan kerja sahabat kekasihnya ini. Ia menceritakan apa yang sedang ia rasakan saat ini. “Gue ke kantornya dilarang mulu. Sekretarisnya selalu bilang Radit ngga ada di tempat, padahal Radit bilang ada meeting di kantor..” ucap Nita memulai perbincangan. Kancil iba mendengarnya, ia pun tak tega melihat mata wanita dihadapannya ini mulai berkaca-kaca. “Loe kan sahabatnya, Cil, loe juga tau sikap dan sifat dia jauh sebelum gue kenal dia. Gue harap loe bisa cari tau apa yang terjadi sama Radit akhir-akhir ini. Gue ngerasa Radit balik lagi kaya dulu disaat awal-awal gue kenal dia..” ungkapnya panjang lebar. “Sikap dinginnya muncul lagi, sering ngelamun, sering ngambek tiba-tiba. Gue juga ngga tau apa salah gue..” sambungnya sembari meneteskan air mata.

Kancil sangat tidak tega melihat Nita menangis karena ulah sahabatnya. Ia lalu memeluk wanita ini, dan berusaha menenangkannya. “Oke, gue pasti bantu loe..” singkatnya yang kemudian melepas pelukannya dan lalu mengambil kotak tissue pada meja kerjanya. “Tapi ada hadiahnya dong buat gue?” ucap Kancil sedikit berjokes sembari memberikan beberapa lembar tissue. “Nahhh gitu dong senyum...” sambungnya. “Tenang aja ya, gue pasti cari tau buat loe” lanjutnya lagi.

Setelah hatinya cukup tenang, Nita berpamitan pada Kancil. “Thanks banget ya loe mau denger keluhan gue..” ucapnya.  Kancil mengantarkan sampai depan kantor, “U’re welcome.. Sorry ngga bisa nganter, gue masih banyak kerjaan..” jawabnya. “Kasian banget sih loe, Ta. Cewek sebaik loe harus ngerasain cinta yang ngga seutuhnya..” lanjut Kancil dalam hati setelah Nita pergi dari hadapannya. “Hmmft..” sambungnya menarik nafas panjang. “Coba dulu loe sama gue, ngga bakal loe ngerasain kayak gini!” lanjutnya lagi yang kemudian berjalan kembali ke ruangan kerjanya.

Sembari melanjutkan beberapa pekerjaannya, Kancil terus memikirkan masalah Nita dan sahabatnya. Sejenak ia hentikan pekerjaannya, “Kenapa si Radit jadi gini ya?” ucapnya sembari duduk santai di sofa. “Masak sih tiba-tiba sifatnya yang dulu muncul lagi? Ini pasti ada sebabnya nih!” lanjutnya sedikit menebak. “Terakhir dia cerita tuh ya tentang Nita, dia bilang mau belajar mencintai Nita..” sambungnya sembari mengingat-ingat pembicarannya bersama Radit beberapa bulan yang lalu. “Radit Radit, kenapa loe harus nyakitin perasaan cewek yang jelas-jelas sayang sama loe sih!!!!” lanjutnya lagi.
***

Sebagai seorang yang sebenarnya mencintai sosok Nita, Kancil berusaha mencari tahu sebab berubahnya Radit akhir-akhir ini sesuai yang diceritakan wanita itu. Dengan berbagai bujukan, Kancilpun berhasil meminta waktu Radit untuk berbincang-bincang sejenak. Lelaki berkulit hitam manis ini, cukup lama menunggu sahabatnya itu datang menepati janjinya.

“Hmmm bos besar sibuk nih..” sindir Kancil pada sahabatnya yang baru saja menghampirinya sembari berjabat tangan dan berpelukan.
“Sorry banget bro, bukan mau gue kayak gini..” jawabnya yang kemudian duduk di hadapan lelaki yang menjadi sahabatnya sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas ini. Setelah meneguk minuman yang dipesan dan setelah cukup lama berbincang hal yang tidak terlalu penting, Kancilpun memulai membicarakan tujuannya mengajak Radith untuk bertemu.
“Loe dari awal tau tentang perasaan gue ke Nita. Tapi gue rela ngelepas dia buat loe, sahabat gue. Terus, kenapa sekarang loe sia-siain dia?!” Kancil terus menyampaikan apa yang dirasakan Nita. “Ada apa!?” lanjutnya lagi.
“Kalo loe ngajak gue kesini cuma untuk introgasi gue, gue masih banyak kerjaan yang lebih penting!!” jawab Radit kesal sembari berdiri dari kursinya untuk meninggalkan Kancil.
“Dit!!” Kancil menghentikan niat Radit untuk pergi. “Ada apa, gue cuma ingin tau ada apa sama loe?!” sambungnya. Raditpun kembali duduk di kursinya. “Just it!!” lanjut Kancil lagi memohon agar Radit memberikan sedikit penjelasannya.
“Oke..” singkat Radit mengehela nafas panjang. “Ratu…..” lanjutnya memberikan sedikit clue. Kancil mengerutkan dahinya, sedikit terkejut mendengar  sahabatnya mengucapkan nama wanita itu lagi. Beberapa tahun belakangan ini, semenjak Radit memutuskan untuk membina hubungan serius dengan Nita, ia tidak pernah lagi mendengar sahabatnya ini menyebut nama Ratu yang memang tidak sempat tahu akan perasan sahabatnya itu. “Gue ketemu dia lagi, dan tanpa gue rencanakan, perasaan itu muncul lagi. Menurut loe apa ini salah gue?!” sambungnya menerangkan maksudnya.
“Jadi..” ucap Kancil masih terkejut.
“Ya, ini yang bikin gue berubah seperti apa yang Nita bilang sama loe!” lanjutnya tegas.
“Tapi apa gini caranya?!” tanya Kancil lagi.
“Loe tahu berapa lama gue nyimpen perasaan ini, loe tahu gue lemah didepan dia, dari dulu loe tahu kan ?!!” Radit membela diri.

Cukup lama Radit menjelaskan akan perasaannya saat ini. Kesimpulannya, Radit sedang mengalami dilema yang cukup berat. Sebagai sahabat, Kancil mengerti akan perubahannya akhir-akhir ini, iapun sangat memaklumi perasaannya pada Ratu yang tidak pernah kesampaian hingga saat ini.
***

Sesuai saran sahabatnya, hari ini Radit menemui kekasihnya di coffeshoop biasanya. Di satu sisi, ia ingin mengembalikan dirinya seperti semula dihadapan wanita ini. Namun di sisi lain, bayangan Ratu selalu hadir. Bahkan, wanita yang sedang duduk di meja yang biasa ditempati oleh Ratupun ia anggap sebagai Ratu, wanita yang selama ini hanya impiannya. Namun lamunannya itu hilang ketika Nita menyadarkannya.

“Radit..” ucapnya lembut sembari memastikan keadaan kekasihnya ini baik-baik saja.
“Eh sorry..” jawabnya sembari tersenyum.
“Ada yang mau kamu omongin?!” tanya Nita memberi kesempatan.
“Apa gue jujur aja yaa?” ucapnya dalam hati ketika menyadari ini kesempatan yang baik untuk mengakui perasaannya.

           Ketika Radit masih terus berpikir, tiba-tiba seorang wanita menghampiri meja yang ia tempati bersama kekasihnya. “Radit..” sapa wanita itu. Radit kemudian melihat ke arah wanita yang berdiri tepat disampingnya. Dengan refleksnya, iapun berdiri dari duduknya, ia terkejut dan terpana. “Hei..” lanjut wanita dihadapannya ini. “Apa kabar, Dit..” sambungnya sembari mengulurkan tangannya.
“Baik..” singkatnya masih terpana, sembari membalas uluran tangannya. “Sendirian?” lanjutnya basa-basi.
“Ia, kebetulan sendirian aja..” jawabnya sembari tersenyum.
“Ini senyuman pertamanya yang gue liat dari dia..” ungkapnya dalam hati. “Dan itu indah banget..” sambungnya masih dalam hati. “Eh, gabung aja. Duduk..duduk..” ucapnya sembari mempersilahkan wanita tersebut duduk bersamanya, juga bersama Nita kekasihnya. “Oia, kenalin..” sambungnya sembari menunjuk Nita.
“Nita, tunangannya Radit..” ucapnya sedikit sinis.
“Oh.. Gue Ratu, temen SMAnya Radit..” jawabnya santai. “Kalian udah tunangan?” lanjutnya kembali menunjukkan senyuman manisnya.

Radit melihat ke arah Nita, ia kemudian ingin berkata bahwa Nita belum menjadi tunangannya. Namun, ia tidak tega berkata demikian dihadapan kekasihnya ini. “Ehmm, apa kabar kamu?!” tanyanya mengalihkan pembicaraan.

“Gue baik juga..”singkatnya ketika merasa kehadirannya mengganggu suasana mereka berdua. “Eh, kayaknya gue pindah ke sebelah aja yaa..” lanjutnya sembari berdiri dari kursinya.
“Kenapa?” ucap Radit yang ikut berdiri dari kursinya. “Disini aja, lagian kamu sendirian kan?!” lanjutnya berharap wanita itu tetap duduk didekatnya.
“Okei..” ucapnya yang kemudian duduk kembali. Ia kemudian memanggil waitress untuk memesan menu makan siangnya. “Cukup Mba..” lanjutnya pada waitress ketika selesai memilih menunya. “Ada yang mau dipesen lagi?” tanyanya pada Radit dan Nita.
“Udah kok, ini aja masih ada..” jawab Radith sembari terus memperhatikan Ratu. “Apa ini mimpi?!!” ucapnya dalam hati. “Eh, tadi… Kenapa nyamperin aku?!” tanyanya hati-hati, takut salah memberi pertanyaan.
“Ya, aku tadi duduk di sana..” jawabnya sembari menunjuk meja yang tidak jauh dari tempat mereka. “Terus, waktu aku nyari waitress, aku lihat ke arah sini. Eh, kayak yang kenal..” lanjutnya berhenti sejenak. “Terus, aku deketin deh, takutnya salah orang kan..Tapi ternyata bener..” sambungnya lagi.

Raditpun tersenyum mendengarnya. “Ternyata dia baik, ngga sesinis yang aku bayangin..” ungkapnya dalam hati. Mereka terus membicarakan masa-masa ketika masih di bangku SMA, tawapun terus muncul dari bibir mereka. Hingga akhirnya Nita merasa dilupakan dengan kehadiran wanita itu.
“Aku ke toilet..” singkatnya yang kemudian bergegas menuju toilet café ini. Ia menatap dirinya dalam cermin, kemudian ia menangis. “Jadi dia yang namanya Ratu??!!” ucapnya terlihat cemburu dan ketakutan. “Bener apa kata Kancil..” lanjutnya dalam hati. “Radit keliatan banget masih nyimpen perasaan yang begitu besar untuk wanita itu..” sambungnya masih terus meneteskan air mata. “Tapi Radit punya aku, aku ngga mau mundur dan aku ngga mau ngalah!!!” ucapnya yakin masih bisa terus memperbaiki hubungannya. Ia menghapus air matanya, ia tambahkan sedikit make up pada wajahnya agar tidak terlihat habis meneteskan air mata, kemudian ia keluar dari toilet. Dari depan toilet, ia lihat keceriaan di wajah Radit yang begitu berbeda ketika berbincang dengan Ratu. “Sudah cukup lama aku tidak melihat keceriaan dari wajahnya..” ucapnya dalam hati sembari berjalan ke mejanya. Sedikitpun Radit tidak memperdulikan keberadaan Nita, ia hanya terus bercanda dan berbincang dengan Ratu.

“Kamu akrab banget ya sama dia..” tanya Nita saat perjalanan pulang.
“Hmm.. Wajarlah udah lama ngga ketemu..” jawabnya masih terus ceria karena pertemuannya itu.
“Oia? Tapi beda aja loh sayang..” lanjutnya mencoba menyelidiki.
“Maksudnya?” singkatnya yang kali ini terlihat ceria berlebihan.
“Dia cantik ya..” sambung Nita mencoba memancing kekasihnya untuk bicara mengenai kesannya pada wanita itu.
“Oiaa pasti..” jawab Radit santai. Nita terkejut dengan jawaban Radit yang seolah-olah memuji wanita itu. “Dulu, banyak banget temen-temen aku yang pengen jadi cowoknya. Ya, dia itu termasuk kembangnya sekolah lah…” Ceritanya panjang lebar.
“Termasuk kamu?” singkatnya sembari terus melihat ekspresi wajah kekasihnya ini. Radit tersenyum, kemudian ia melihat wajah Nita yang sedari tadi masih memperhatikannya, ia tersadar telah membuat Nita bertanya-tanya karena sikapnya ini. “Kok kita jadi ngomongin Ratu terus yaaa?!” ucapnya mengalihkan pembicaraan.
“Ngga apa-apa, aku seneng liat wajah kamu kembali ceria..” jawab Nita yang kemudian menundukkan kepalanya.
***

Keesokan harinya, setelah bertemu Kancil dan mendapatkan nomor telepon Ratu dari Kancil yang juga teman SMAnya, Nita mencoba menghubungi wanita Rivalnya itu. Ia membuat janji untuk bicara dari hati ke hati.

“Ada apa ya..” ucap Ratu membuka perbincangan.
“Untuk aku, ini masalah serius..” singkatnya tanpa basa-basi.
“Maksudnya..” Ratu sedikit kebingungan dengan maksud wanita itu.
“Aku dan Radit sudah membina hubungan ini selama dua tahun. Hubungan kami baik, bahkan sangat baik. Aku mencintainya, tidak peduli dia mencintai aku atau tidak..” ceritanya panjang lebar, membuat Ratu mengernyitkan dahinya. “Tapi aku sudah berusaha menjadi pendamping yang baik untuknya, aku mendukung kariernya hingga ia bisa seperti sekarang ini, aku yang ada di belakang kesuksesannya..” lanjutnya sedikit membanggakan diri. Ratu semakin tidak mengerti maksud dari pembicaraan mereka, namun ia masih terus mendengarkan pembicaraan kekasih teman SMAnya ini. “Dia yang dulu pendiam dan cuek, bisa aku rubah sedikit demi sedikit. Aku ngga pernah menuntut apapun dari dia, karena aku merasa diapun mencintai aku…” sambungnya yang kali ini mulai terlihat berkaca-kaca. “Tapi semenjak ada kamu, dia kembali seperti dulu!” ucapnya sedikit membentak. “Kamu itu cinta pertamanya Radit!!” ucapnya yang kali ini sedikit berteriak lalu berdiri dari kursinya. “Radit memendam perasaan untuk kamu semenjak kalian SMA dan sampai saat ini, PUAS !!” lanjutnya yang kemudian pergi dari hadapan Ratu.

Ratu terkejut mendengar perkataan wanita itu. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Nita kemudian kembali ke rumahnya, ia mengurung dirinya di dalam kamar. Ia ambil seluruh fotonya bersama Radit yang terpajang di dinding kamarnya, kemudian ia tatap satu persatu gambar dirinya bersama kekasihnya yang amat ia cintai.

((Ku tak bisa paksamu tuk tinggal di sisiku. Walau kau yang selalu sakiti aku dengan perbuatanmu. Namun sudah kau pergilah, jangan kau sesali. Karena ku sanggup walau ku tak mau berdiri sendiri tanpamu. Ku mau kau tak usah ragu, tinggalkan aku, kalau memang harus begitu. Tak yakin ku kan mampu hapus rasa sakitku. Ku kan selalu perjuangkan cinta kita namun apa salahku, hingga ku tak layak dapatkan kesungguhanmu. Karena Ku Sanggup by Agnes Monica))
***

“Ratu..” ucapnya bahagia ketika handphonenya berdering dan muncul nama Ratu di layar telepon genggamnya itu. Setelah pertemuannya kemarin, ia ingin terlebih dahulu menghubungi wanita ini, namun lagi-lagi ia tak punya cukup nyali. “Hai Ratu..” sapanya sembari tersenyum, ia berdiri dari meja kerjanya. “Ketemu?!” ucapnya terkejut ketika Ratu mengajaknya untuk bertemu. “Bisa..bisa!!!” lanjutnya penuh semangat.

Pada waktu yang dijanjikan, mereka pun bertemu masih di coffeshop yang sama.

“Maaf ya, ganggu waktu kamu..” ucap Ratu membuka perbincangan karena Radit terlihat gugup. Radit tersenyum menjawabnya. “Kayaknya aku mau ngomongin masalah penting..” sambungnya tidak yakin untuk membicarakannya.
“Apa?” singkatnya, ia masih belum percaya pertemuannya ini akan berlanjut.
“Apa bener.. kamu.. kamu..” ucapnya terbata-bata. Radit memberanikan dirinya mendekati wanita dihadapannya. Ia mencoba menatap wanita ini. “Apa bener kamu punya perasaan buat aku?!” tanyanya to the point, kemudian menundukkan kepalanya. Radit semakin terkejut dengan pertanyaan itu.
“Siapa yang bilang?” ucapnya terkejut. “Kancil?” tebaknya. Ratu menggelengkan kepalanya, ia kemudian menatap Radit.
“Aku ingin tahu, apa itu bener, Dit..” tanyanya kembali. Radit memegang keningnya, lalu menutup wajahnya, ia terlihat begitu salah tingkah. “Aku cuma butuh jawaban bener, atau yang aku bilang tadi itu salah besar??” lanjutnya mencari tahu. “Aku mau hapus rasa penasaran ini, Dit..” sambungnya. “Please..” pinta Ratu.
“Iya.. Tapi aku mau tahu, kamu tahu dari siapa?” ucapnya tidak menyadari bahwa kalimat tersebut menunjukkan bahwa ia sudah menjawab pertanyaan Ratu.
“Jadi jawabannya bener?!” tebak Ratu. “Jadi bener apa yang dibilang Nita, Dit?!” lanjutnya.
“Nita?!” ucapnya tidak menyangka Nita mengetahui isi hatinya.
“Ia dia hubungin aku, dia ajak aku ketemu, dan dia bicara panjang lebar tentang “ini” dan tentang kalian..” jelas Ratu.
“Maaf, maaf, kamu harus tahu perasaan ini dari orang lain..” ungkapnya. Sesaat mereka terdiam, Radit memberanikan diri untuk menyentuh tangan Ratu yang sedari tadi terlihat manis di atas meja. Mereka saling bertatap, lalu tersenyum. “Aku ngga punya keberanian untuk deketin kamu, apalagi untuk menyatakan perasaan ini..” ungkapnya mulai membuka kejujurannya.. “Buat aku, berharap kamu bagaikan memeluk bulan. Maka dari itu, perasaan aku ini masih aku simpan baik-baik, karena aku yakin suatu hari kalau kamu memang untuk aku, aku pasti bisa memeluk bulan itu..” sambungnya masih terus memegang tangan wanita dihadapannya.

((Kini kusadari rasa ini tak mungkin dapat terwujud dalam kisah kasih kita. Kini ku mengerti tulus cinta ini hanyalah mimpi panjang yang tak pernah usai. Karena tuk bersamamu, bagaikan berharap memeluk bulan. Memeluk Bulan by Rossa))

“Kamu ngga marah dengan semua kejujuran ini?!” tanyanya sedikit ketakutan di esok hari tidak bisa lagi bertemu. Ratu menggelengkan kepalanya dan tersenyum, ia terlihat bahagia. “Bertahun-tahun aku menunggu moment ini..” sambungnya bahagia. Ia lihat senyuman tulus dari bibir mungilnya Ratu, dan ia menyimpulkan Ratu sangat welcome dengan perasaannya itu bahkan bisa jadi Ratupun sebenarnya memiliki perasaan yang sama dengannya.
“Tapi, kenapa saatnya ngga tepat ya?!” ucap Ratu sedikit malu, wajahnya kemerah-merahan.
“Maksudnya?!”
“Ya, kamu kan udah ada tunangan??”
“Aku bukan tunangannya Radit..” tiba-tiba Nita muncul dihadapan mereka. Ia tersenyum di hadapan pria yang masih kekasihnya itu.
Radit terkejut dengan kehadiran Nita yang tiba-tiba. “Ta..” ucapnya sembari berdiri dari kursinya.
“Radit, aku.. Aku sayang kamu..” ucapnya terlihat berkaca-kaca. “Maka dari itu, aku mau kamu bahagia, walaupun tanpa aku..” ucap Nita menunjukkan dirinya kuat. Ia lalu pergi dari hadapan keduanya.
“Radit, kejar..” pinta Ratu, walaupun ia sedang merasakan kebahagiaan bersama Radit, namun ia masih menghargai Nita yang berstatus masih kekasih Radit. Raditpun mengikuti anjuran Ratu untuk mengejar Nita yang sudah sampai di parkiran.
“Ta, Nita !!!” panggilnya. Ia terus mengejar Nita. “Nita!!” lanjutnya ketika berhasil membuat Nita berhenti dari larinya. Nita tersenyum memandang wajah kekasihnya.
“Ini sentuhan terakhir aku..” ucapnya sembari menyentuh wajah Radit.
“Ta, aku minta maaf..”
“Aku sangat ngerti perasaan kamu, makanya aku berusaha untuk ikhlas nerima semuanya..” jelasnya. “Kamu tahu kan dari awal aku ngga pernah nuntut apapun dari kamu??” Nita mengingatkan. “Makanya disaat hati kamu bukan lagi untuk aku, aku ngga mau menuntut kamu untuk tetap mencintai aku..” ungkapnya masih berusaha tabah. “Pergilah, Dit.. Cinta kamu disana..” ucapnya sembari melihat ke arah Ratu yang sudah cukup lama menyaksikan adegannya dengan Radit dari teras café. Ia melepaskan sentuhannya, lalu memberhentikan taxi, ia pergi dari hadapannya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar